GARASI
“Geometry is a branch of mathematics. It involves studying the shape, size, and position of geometric figures. These figures include plane (flat) figures, such as triangles and rectangles, and solid (three-dimensional) figures, such as cubes and spheres ” (The World Book Encyclopedia, 1993)
Dalam definisi tersebut, dijelaskan bahwa geometri merupakan suatu ilmu matematika yang sangat terkait dengan bentuk, ukuran, dan pemposisian. Definisi ini sangat luas, sehingga dengan hanya berpedoman pada definisi ini, maka tiap bentuk dapat dikategorikan sebagai suatu geometri dan juga terdiri dari elemen geometri. Josef Muller-Brockmann menjelaskan bahwa dalam geometri: “The proportions of the formal elements and their intermediate spaces are almost always related to certain numerical progressions logically followed out” (Elam, 2001: 5).
Menurut penjelasan tambahan dari Muller-Brockmann, proporsi dari elemen formal dan ruang dalam geometri selalu terkait dengan perhitungan numerik yang logis. Sebagai salah satu ilmu matematika, geometri tentunya memiliki aturan-aturan yang membatasi bentuk yang dimilikinya.
Dengan sifat bentuk geometri yang terkait dengan elemen numerik dan harus memiliki suatu bentuk yang logis, maka variasi bentuk pada geometri pun menjadi berkurang. Objek-objek yang bersifat abstrak, cenderung memiliki bentuk yang tidak logis dan tidak dapat didefinisikan sebagai bentuk numerik. Hal ini dikarenakan elemen-elemen pembentuknya tidak terukur. Oleh karena itu objek-objek ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk geometri.
Kimberly Elam mengemukakan bahwa “Architecture has some of the strongest educational ties to geometric organization because of the necessity for order and efficiency in construction, and the desire to create aesthetically pleasing structures” (Elam, 2001: 101). Ia menjelaskan bahwa arsitektur memiliki hubungan yang kuat dengan geometri. Salah satu yang menghubungkan antara kedua hal ini adalah nilai estetis.
Dari pendapat di atas didapat bahwa geometri dapat menjadi salah satu elemen yang dapat menjadikan suatu karya arsitektur memiliki nilai estetis. Tapi tentunya untuk menimbulkan nilai estetis ini, maka karya arsitektur tersebut kemudian dibatasi dengan aturan-aturan geometri yang ada. Dengan adanya aturan ini, bentuk yang dihasilkan menjadi terikat. Salah satu contoh lain aturan geometri adalah golden section.
Arsitek romawi bernama Marcus Vitruvius menjelaskan bahwa pembangun harus selalu menggunakan rasio yang tepat dalam pembangunan suatu kuil, sepertinya pernyataannya “for without symmetry and proportion, no temple can have a regular plan” (Vitruvius, 1960). Tiap kuil yang ada pada saat itu, harus menggunakan aturan golden section, sehingga bentuk kuil pada saat itu tidak beragam dan memiliki standar yang sama. Dengan bentuk yang dibatasi oleh aturan golden section tersebut, tentu saja para arsitek pada saat itu tidak dapat mengeluarkan ide kreatif mereka, sehingga keragaman arsitektur pada saat itu sangat berkurang.
“The purpose of geometry of design is not to quantify aesthetics through geometry but rather to reveal visual relationships that have foundations in the essential qualities of life such as proportion and growth patterns as well as mathematics. Its purpose is to lend insight into the design process and give visual coherence to design through visual structure. It is through this insight that the artist or designer may find worth and value for themselves and their own work”(Elam, 2001: 5).
Penjelasan Kimberly Elam menyangkut fungsi geometri di atas, menjelaskan bahwa geometri memiliki fungsi yang relevan dalam memperlihatkan hubungan visual suatu objek dari segi proporsi, dan juga pola perkembangan objek tersebut.
Hal ini juga banyak diterapkan oleh bangunan pada saat itu. Pada saat itu, lukisan dan bangunan yang tidak menggunakan prinsip geometri tidak dapat dianggap suatu yang indah. Banyak lukisan-lukisan dan bentuk yang tidak menggunakan aturan geometri. Walaupun tidak menerapkan aturan ini, lukisan ataupun bentuk tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu yang indah. Terlihat bahwa kaidah geometri dalam suatu desain dapat membatasi variasi desain yang dihasilkan. Selain dari penggunaan geometri sebagai pemvisualisasian hubungan dan proporsi dari suatu objek, geometri juga memiliki fungsi sebagai suatu kaidah yang digunakan untuk memberi ukuran pada bangunan dan bentuk.
Dari penjelasannya di atas, Le Corbusier menganggap bahwa geometri sangat memiliki keterkaitan dengan ukuran, yang kemudian akan membentuk suatu aturan dalam bangunan tersebut. Dan ia juga menyebutkan bahwa proporsi suatu struktur, sangat berkaitan dengan skala manusia. Hal ini yang kemudian membentuk suatu aturan baru, yaitu bagaimana suatu struktur harus relevan dengan skala manusia sebagai pengguna struktur tersebut.
Anggapan Le Corbusier ini benar. Dalam penciptaan suatu ruang, maka arsitek harus menggunakan skala manusia. Namun, pada saat ini, ruang tidak hanya berfungsi sebagai wadah bagi kegiatan manusia, dan tidak seterusnya hanya bergantung kepada nilai fungsional. Kini aturan geometri yang dijelaskan Le Corbusier, sudah dapat dipatahkan, dengan adanya bentuk arsitektur yang tidak berlandaskan skala manusia. Dari paragraf di atas, terlihat sekali lagi bahwa geometri sebagai pembentuk aturan dalam bentuk, dapat mengikat hasil perancangan arsitektur.
Anggapan Serlio tidak dapat dianggap benar pada saat ini. Kini pemaknaan dan pencarian bentuk semakin meluas dengan terus ditemukannya metode pencarian bentuk. Banyak munculnya metode baru tersebut, tiada lain dikarenakan perkembangan teknologi. Bart Lootsma mengemukakan bahwa: “The radicalization of modernity that has been triggered by the computer means that it has become increasingly difficult to fall back on traditions: more than ever, we must reflect on what the future will bring” (Zellner, 1999: 7).
Ia menjelaskan bahwa dengan adanya perubahan zaman, maka akan sulit jika kita kembali terikat dengan sesuatu yang konvensional dan tradisional. Sebaiknya segala sesuatu harus dapat merefleksikan apa yang akan dibawa oleh masa depan. Hal ini yang kemudian mematahkan anggapan konvensional Serlio mengenai geometri. Kini zaman telah berubah, sehingga dalam pencarian suatu bentuk, tidak harus digunakan kaidah-kaidah geometri. Banyak terdapat metode-metode lain yang dapat berbeda dengan prinsip geometri.
Peter Zellner mengemukakan bahwa: “Through visual and non-visual means of mobile cognition – satellite imaging, electron scanning or heat-sensing – structures and buildings are being set free from a conventional linear viewpoint. Buildings can become less like icons of fixity and immobility and more like inclusive fields of organized materialization ” (Zellner, 1999: 9).
Ia menjelaskan bahwa kini bangunan sudah terbebas dari pandangan konvensional. Dengan adanya teknologi-teknologi yang maju, kini pandangan linear sudah tidak dapat membatasi suatu bentuk. Begitu pula dengan kaidah geometri konvensional seperti golden section. Kini bentuk tidak dapat hanya dilihat dari satu tampak, namun suatu bentuk harus dicitrakan sebagai suatu kesatuan solid dengan tiga dimensi.
World Book Encyclopedia mendefinisikan topologi sebagai berikut. “Topology is a branch of mathematics that explores certain properties of geometrical figures. The properties are those that do not change when the figures are deformed by bending, stretching, or moulding ” (The World Book of Encyclopedia, 1993). Dari penjelasan ini terdapat aturan dalam proses transformasi, yaitu suatu objek hanya dapat di deformasi secara bending, stretching, dan moulding.
Aturan ini juga menyebutkan, dalam deformasi tersebut, tidak boleh terdapat suatu pemotongan. Hal ini dikarenakan keterkaitan topologi dengan istilah genus, yaitu jumlah rongga yang ada pada suatu objek. Yang ingin dijelaskan dari pengertian topologi ini adalah bagaimana sekali lagi suatu aturan dalam geometri dapat membatasi proses transformasi pada bentuk.
Elam, Kimberly. (2001). Geometry Of Design. New York: Princeton Architectural Press.
Evans, Robin. (1995). The Projective Cast : Architecture and its Three Geometries. London : The MIT Press.
The World Book Encyclopedia.(1993). United States of America.
Vitruvius. (1960). The Ten Books on Architecture.
Zellner, Peter. (1999). Hybrid Space: New Forms in Digital Architecture. London: Thames and Hudson.
Sumber :
http://www.arsitektur.net/2007-1-1/hardy_geometri.html
27 September 2009
Geometri:
Geometri Secara Makro
Geometri merupakan suatu dasar pemikiran akan bentuk, mulai dari bentuk yang ada pada alam hingga bentuk yang merupakan suatu arsitektur. Namun apakah setiap bentuk dalam arsitektur pasti terdiri dari elemen geometri? Untuk dapat menjawab pertanyaan ini, maka sebaiknya dikenal lebih dahulu apa itu yang disebut dengan geometri. Menurut World Book Encyclopedia, geometri didefinisikan sebagai berikut:“Geometry is a branch of mathematics. It involves studying the shape, size, and position of geometric figures. These figures include plane (flat) figures, such as triangles and rectangles, and solid (three-dimensional) figures, such as cubes and spheres ” (The World Book Encyclopedia, 1993)
Dalam definisi tersebut, dijelaskan bahwa geometri merupakan suatu ilmu matematika yang sangat terkait dengan bentuk, ukuran, dan pemposisian. Definisi ini sangat luas, sehingga dengan hanya berpedoman pada definisi ini, maka tiap bentuk dapat dikategorikan sebagai suatu geometri dan juga terdiri dari elemen geometri. Josef Muller-Brockmann menjelaskan bahwa dalam geometri: “The proportions of the formal elements and their intermediate spaces are almost always related to certain numerical progressions logically followed out” (Elam, 2001: 5).
Menurut penjelasan tambahan dari Muller-Brockmann, proporsi dari elemen formal dan ruang dalam geometri selalu terkait dengan perhitungan numerik yang logis. Sebagai salah satu ilmu matematika, geometri tentunya memiliki aturan-aturan yang membatasi bentuk yang dimilikinya.
Dengan sifat bentuk geometri yang terkait dengan elemen numerik dan harus memiliki suatu bentuk yang logis, maka variasi bentuk pada geometri pun menjadi berkurang. Objek-objek yang bersifat abstrak, cenderung memiliki bentuk yang tidak logis dan tidak dapat didefinisikan sebagai bentuk numerik. Hal ini dikarenakan elemen-elemen pembentuknya tidak terukur. Oleh karena itu objek-objek ini tidak dapat dikategorikan sebagai bentuk geometri.
Geometri dan Arsitektur
Pengertian arsitektur yang terdapat dalam buku Hybrid Space adalah: “The art or science of building; specify: the art or practice of designing structures and esp. inhabitable ones” (Zellner, 1999: 9). Pengertian ini lebih menyempitkan pengertian arsitektur sebagai suatu seni. Suatu seni tentunya ditujukan untuk dapat menghasilkan suatu yang memiliki nilai keindahan.Kimberly Elam mengemukakan bahwa “Architecture has some of the strongest educational ties to geometric organization because of the necessity for order and efficiency in construction, and the desire to create aesthetically pleasing structures” (Elam, 2001: 101). Ia menjelaskan bahwa arsitektur memiliki hubungan yang kuat dengan geometri. Salah satu yang menghubungkan antara kedua hal ini adalah nilai estetis.
Dari pendapat di atas didapat bahwa geometri dapat menjadi salah satu elemen yang dapat menjadikan suatu karya arsitektur memiliki nilai estetis. Tapi tentunya untuk menimbulkan nilai estetis ini, maka karya arsitektur tersebut kemudian dibatasi dengan aturan-aturan geometri yang ada. Dengan adanya aturan ini, bentuk yang dihasilkan menjadi terikat. Salah satu contoh lain aturan geometri adalah golden section.
Arsitek romawi bernama Marcus Vitruvius menjelaskan bahwa pembangun harus selalu menggunakan rasio yang tepat dalam pembangunan suatu kuil, sepertinya pernyataannya “for without symmetry and proportion, no temple can have a regular plan” (Vitruvius, 1960). Tiap kuil yang ada pada saat itu, harus menggunakan aturan golden section, sehingga bentuk kuil pada saat itu tidak beragam dan memiliki standar yang sama. Dengan bentuk yang dibatasi oleh aturan golden section tersebut, tentu saja para arsitek pada saat itu tidak dapat mengeluarkan ide kreatif mereka, sehingga keragaman arsitektur pada saat itu sangat berkurang.
“The purpose of geometry of design is not to quantify aesthetics through geometry but rather to reveal visual relationships that have foundations in the essential qualities of life such as proportion and growth patterns as well as mathematics. Its purpose is to lend insight into the design process and give visual coherence to design through visual structure. It is through this insight that the artist or designer may find worth and value for themselves and their own work”(Elam, 2001: 5).
Penjelasan Kimberly Elam menyangkut fungsi geometri di atas, menjelaskan bahwa geometri memiliki fungsi yang relevan dalam memperlihatkan hubungan visual suatu objek dari segi proporsi, dan juga pola perkembangan objek tersebut.
Hal ini juga banyak diterapkan oleh bangunan pada saat itu. Pada saat itu, lukisan dan bangunan yang tidak menggunakan prinsip geometri tidak dapat dianggap suatu yang indah. Banyak lukisan-lukisan dan bentuk yang tidak menggunakan aturan geometri. Walaupun tidak menerapkan aturan ini, lukisan ataupun bentuk tersebut dapat dikategorikan sebagai suatu yang indah. Terlihat bahwa kaidah geometri dalam suatu desain dapat membatasi variasi desain yang dihasilkan. Selain dari penggunaan geometri sebagai pemvisualisasian hubungan dan proporsi dari suatu objek, geometri juga memiliki fungsi sebagai suatu kaidah yang digunakan untuk memberi ukuran pada bangunan dan bentuk.
Geometri Sebagai Pengukur
Le Corbusier menjelaskan bahwa: “Even the earliest and most primitive architect developed the use of a regulating unit of measure such as a hand, or foot, or forearm in order to systemize and bring order to the task. At the same time the proportions of the structure corresponded to human scale” (Elam, 2001: 22).Dari penjelasannya di atas, Le Corbusier menganggap bahwa geometri sangat memiliki keterkaitan dengan ukuran, yang kemudian akan membentuk suatu aturan dalam bangunan tersebut. Dan ia juga menyebutkan bahwa proporsi suatu struktur, sangat berkaitan dengan skala manusia. Hal ini yang kemudian membentuk suatu aturan baru, yaitu bagaimana suatu struktur harus relevan dengan skala manusia sebagai pengguna struktur tersebut.
Anggapan Le Corbusier ini benar. Dalam penciptaan suatu ruang, maka arsitek harus menggunakan skala manusia. Namun, pada saat ini, ruang tidak hanya berfungsi sebagai wadah bagi kegiatan manusia, dan tidak seterusnya hanya bergantung kepada nilai fungsional. Kini aturan geometri yang dijelaskan Le Corbusier, sudah dapat dipatahkan, dengan adanya bentuk arsitektur yang tidak berlandaskan skala manusia. Dari paragraf di atas, terlihat sekali lagi bahwa geometri sebagai pembentuk aturan dalam bentuk, dapat mengikat hasil perancangan arsitektur.
Geometri dan Perkembangannya
Pada tahun 1545, Sebastiano Serlio mengemukakan bahwa: “How needful and necessary the most secret art of geometry is – without it the architect is no more than a stone despoil” (Evans, 1995: 26). Ia menganggap geometri sebagai sesuatu yang sangat diperlukan dan penting. Tanpa menggunakan kaidah geometri, maka seorang arsitek tidak lebih dari penyusun batu.Anggapan Serlio tidak dapat dianggap benar pada saat ini. Kini pemaknaan dan pencarian bentuk semakin meluas dengan terus ditemukannya metode pencarian bentuk. Banyak munculnya metode baru tersebut, tiada lain dikarenakan perkembangan teknologi. Bart Lootsma mengemukakan bahwa: “The radicalization of modernity that has been triggered by the computer means that it has become increasingly difficult to fall back on traditions: more than ever, we must reflect on what the future will bring” (Zellner, 1999: 7).
Ia menjelaskan bahwa dengan adanya perubahan zaman, maka akan sulit jika kita kembali terikat dengan sesuatu yang konvensional dan tradisional. Sebaiknya segala sesuatu harus dapat merefleksikan apa yang akan dibawa oleh masa depan. Hal ini yang kemudian mematahkan anggapan konvensional Serlio mengenai geometri. Kini zaman telah berubah, sehingga dalam pencarian suatu bentuk, tidak harus digunakan kaidah-kaidah geometri. Banyak terdapat metode-metode lain yang dapat berbeda dengan prinsip geometri.
Peter Zellner mengemukakan bahwa: “Through visual and non-visual means of mobile cognition – satellite imaging, electron scanning or heat-sensing – structures and buildings are being set free from a conventional linear viewpoint. Buildings can become less like icons of fixity and immobility and more like inclusive fields of organized materialization ” (Zellner, 1999: 9).
Ia menjelaskan bahwa kini bangunan sudah terbebas dari pandangan konvensional. Dengan adanya teknologi-teknologi yang maju, kini pandangan linear sudah tidak dapat membatasi suatu bentuk. Begitu pula dengan kaidah geometri konvensional seperti golden section. Kini bentuk tidak dapat hanya dilihat dari satu tampak, namun suatu bentuk harus dicitrakan sebagai suatu kesatuan solid dengan tiga dimensi.
Geometri Topologi
Topologi, merupakan salah satu ilmu matematika yang berkaitan erat dengan geometri. Menurut Peter Zellner: “Topology involves the study of strange surfaces that can be transformed without collapsing or breaking because of the rubbery structure of their surfaces” (Zellner, 1999: 12). Menurutnya, topologi sangat berkaitan erat dengan transformasi bentuk. Tentunya topologi juga memiliki aturan dalam pengembangan suatu bentuk.World Book Encyclopedia mendefinisikan topologi sebagai berikut. “Topology is a branch of mathematics that explores certain properties of geometrical figures. The properties are those that do not change when the figures are deformed by bending, stretching, or moulding ” (The World Book of Encyclopedia, 1993). Dari penjelasan ini terdapat aturan dalam proses transformasi, yaitu suatu objek hanya dapat di deformasi secara bending, stretching, dan moulding.
Aturan ini juga menyebutkan, dalam deformasi tersebut, tidak boleh terdapat suatu pemotongan. Hal ini dikarenakan keterkaitan topologi dengan istilah genus, yaitu jumlah rongga yang ada pada suatu objek. Yang ingin dijelaskan dari pengertian topologi ini adalah bagaimana sekali lagi suatu aturan dalam geometri dapat membatasi proses transformasi pada bentuk.
Kesimpulan
Dapat ditarik kesimpulan bahwa geometri sebagai objek secara otomatis sudah menjadi bagian dari suatu bentuk. Ia tidak mengikat bentuk pada arsitekur. Yang dianggap mengikat pada paragraf-paragraf di atas ialah aturan-aturan yang dimiliki oleh suatu bentuk geometri, sehingga aturan tersebut dapat membatasi penciptaan suatu bentuk baru pada arsitektur. Oleh karena itu, maka geometri dengan segala aturan-aturannya, dapat mengikat dalam penciptaan bentuk arsitektur, sehingga dalam pengembangan variasi bentuk arsitektur, tidak akan muncul sesuatu yang unik.Referensi
Calter, P. (1998). Geometry in Art & Architecture. http://www.math.dartmouth.edu/ %7Ematc/math5.geometry/unit13/unit13.htmlElam, Kimberly. (2001). Geometry Of Design. New York: Princeton Architectural Press.
Evans, Robin. (1995). The Projective Cast : Architecture and its Three Geometries. London : The MIT Press.
The World Book Encyclopedia.(1993). United States of America.
Vitruvius. (1960). The Ten Books on Architecture.
Zellner, Peter. (1999). Hybrid Space: New Forms in Digital Architecture. London: Thames and Hudson.
Sumber :
Hardyanthony Wiratama
Jurnal Arsitektur Online, Volume 1 No 1 (2007)
http://www.arsitektur.net/2007-1-1/hardy_geometri.html
27 September 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar