GARASI
Posted by ydnugra in : Yudi Nugraha , trackback
Dewasa ini yang kita sebut sebagai “zaman
modern”, ditengah booming-nya arus informasi dengan gadget mutakhir dan
merebaknya jaringan secara canggih, ada perasaan sebagian orang yang
semakin menjadi terisolasi. Ada rasa keterasingan yang dibelah-belah
oleh tatanan kelas sosial sehingga sepertinya orang-orang hidup ekslusif
seperti ‘pulau’. Selain faktor gaya hidup rupa-rupanya struktur
bangunan yang kita tinggali memiliki dampak psiko-sosial yang mendalam
pada perilaku kita. Situasi yang meningkatkan stres di kalangan
profesional terdidik (orang pandai tapi banyak problem), kegagalan dalam
hubungan rumah tangga (tingkat perceraian yang tinggi), kerusuhan antar
remaja (perkelahian antar pelajar/mahasiswa termasuk antar kampung dan
genk), semua adalah indikasi sederhana dari adanya sesuatu yang tidak
beres atas seluruh kehidupan kita yang dihabiskan dalam batas-batas
berdinding. Semakin tersekat meskipun coba diobati oleh gadget mutakhir
dan jaringan canggih. Kita sudah terbiasa maklum jika hanya menyisakan
sedikit ruang sehat untuk menjalin ikatan antar-pribadi. Kondisi seperti
ini tidak menumbuhkan rasa mengakomodasi orang lain dalam ruang kita.
Sebaliknya, menurunkan bibit segregasi dalam komunitas kita.
Arsitektur modern, saat ini kencang
mewujudkan gagasan agar kota memiliki budaya berjalan kaki, setiap
tempat yang akan dituju dapat diakses dengan berjalan kaki. Gerakan ini
sudah populer sebagai gaya Urbanisme Baru. Dalam hal ini, praktek
keluar dari rumah naik mobil untuk mencapai tempat kerja dan bangunan
lainnya akan dihilangkan. Orang hanya akan berjalan menyusuri jalan,
dengan demikian memfasilitasi mereka berinteraksi sosial lebih besar.
Selain itu hal tersebut juga jauh mengurangi dampak terhadap polusi
lingkungan.
Desain-desain modern terus saja merasuk
sampai ke lingkungan sub-urban sehingga mengkatalisasi isolasi sosial
dan menyebabkan kegagalan komunikasi dalam masyarakat. Oleh sebab itu
seharusnya desain lansekap arsitektur yang baru mendorong tegas
terjadinya lingkungan yang mengurangi jalan raya dan sebaliknya
membangun lebih banyak fasilitas untuk pejalan kaki dan ruang
berinteraksi sosial.
Mungkin kita harus memulai dari kawasan
Sub-urban untuk menjalankan kehidupan bermasyarakat yang sesungguhnya.
Jaringan transportasi yang lazim mewarnai jarak antara pusat kota dan
sub-urban dipaksa harus dibuatkan solusi yang berpihak pada nuansa
hidup bermasyarakat. Walk-ability kini dianggap menjadi landasan untuk
sebuah transportasi darat yang efisien untuk wilayah perkotaan. Setiap
perjalanan yang dilakukan selalu akan melibatkan praktek berjalan kaki,
sehingga seseorang yang datang dalam suatu kelompok orang seperjalanan
akan memiliki hubungan yang erat dengan orang lain. Disamping itu cara
ini juga merupakan model termurah, paling sehat dan paling terjangkau
bagi akses transportasi komunitas. Dengan demikian, masyarakat juga
berkontribusi terhadap masa depan lingkungan dengan menghemat penggunaan
energi. Kejahatan dan masalah anti-sosial diharapkan akan berkurang
secara signifikan karena warga hidup sehat .
Sepanjang yang kita perhatikan bahwa ketika mulai makmur maka seseorang meningkatkan penjagaan dirinya dari masyarakat melalui lingkungan tertutup. Hal ini akhirnya mengarah pada kesalahpahaman, ketakutan, dan tafsiran tertentu dalam masyarakat. Oleh karena itu sebagai orang yang hidupnya mengarah pada kebiasaan modern kita idealnya memiliki kota terbuka, di mana orang dari semua golongan dan latar belakang dapat membawa kehidupan bersama secara harmonis. Dengan berlatih meletakkan prinsip Urbanisme Baru tersebut, mudah-mudahan dapat mendidik diri sendiri dan juga orang lain sehingga jaringan sosial yang sehat jadi lebih luas dan akhirnya kebiasaan berjalan kaki ke tempat tujuan dan meninggalkan mobil di garasi untuk beralih ke angkutan umum menjadi gaya hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar