Welcome To My Imajination

Selamat Datang di Dunia 3Dimensi
Terima Kasih Sudah Berkunjung Saya berharap Blog ini bisa tampil lebih baik lagi tentunya harapan itu merupakan harapan kita semua.. karna itu saya butuh Masukan, Kritikan dan Saran dari teman-teman semua untuk memaksimalkan isi blog ini, sekali lagi Selamat Berkunjung semoga blog ini bermanfaat bagi anda...
@ Creat: By Abank.

Kamis, 13 September 2012

POST MODERN 2

GARASI


POST MODERN 2

15JUN
Adalah suatu kenyataan yang tak dapat dibantah bahwa arsitektur itu adalah menjadi cerminan dari semangat jaman, bahwa arsitektur itu menjadi lambang dari budaya masyarakat, bahwa arsitektur itu hadir sebagai bagian dari matarantai perjalanan sejarah, dari masa lalu hingga akhir jaman. Kenyataan-kenyataan ini menyadarkan para arsitek bahwa arsitektur yang bersifat ‘universal’ seperti pada International Style itu tidak sepenuhnya mutlak sebagai suatu keharusan dalam menghadirkan sebuah arsitektur, dan bahkan sebaliknya hal itu sebenarnya sangat bertentangan dengan kenyataan kemanusiaan dan kebudayaan. Arsitektur Post Modern hadir sebagai koreksi terhadap arsitektur Modern dengan “International Style” nya, atau hadir sebagai usaha untuk melengkapi atas kekurangan dan ketidak sempurnaan dari arsitektur Modern.
Arsitektur harus menyadari bahwa kemanusiaan dan kebudayaan itu memiliki unsur ke‘lokal’an, yang sangat tidak mungkin di ‘universal’ kan. Ke’lokal’an dapat diperluas dengan memanfaatkan unsur kebudayaan dan kesejarahan sebagai factor penting dalam menghadirkan arsitektur. Kita mewarisi berbagai perwujudan budaya dan arsitektur, kenyataan seperti ini mau tak mau mengharuskan kita berpikir secara pluralistic, yaitu jangan memaksakan diri untuk hanya mengambil satu langgam atau satu percik budaya saja didalam ber-arsitektur. Kewajiban itu akan semakin dituntut lagi kalau kita menyadari bahwa di era modern ini kita adalah bagian dari kemodernan tadi. Namun janganlah di artikan bahwa arsitektur harus kembali ke masa lampau, kita hidup dan berkiprah pada hari ini, dan kita harus berbuat banyak di hari ini bagi arsitektur hari ini dan arsitektur masa depan.
Apabila kita melihat perbedaan arah dari gerakan arsitektur Modern dengan arsitektur Post Modern, maka dapat kita melihat bahwa apabila dasar dialektika pada Arsitektur Modern adalah dialektika antara “bentuk” dan “fungsi”, sedangkan dalam gerakan Post Modern dasar dialektikanya justru antara “bentuk” dan kesatuan yang lain yaitu “figure” atau “gambaran”. Bentuk disini diartikan sebagai konfigurasi kealamian ide (ide dasar), sedangkan ‘figure’ disini diartikan sebagai konfigurasi yang memiliki arti yang berkaitan dengan budaya masyarakat.
Dalam hal ini Norberg Schulz mengatakan bahwa telah terjadi pergeseran pendekatan dalam ber-arsitektur yaitu dari pendekatan kuantitas dan fungsi arsitektur menuju ke pendekatan yang lebih bersifat kualitas dan kultural, atau seperti pernyataan Skolimowski pada bukunya ‘Rationalist in Architecture and in the Design Process’ terdapat kalimat sebagai berikut :
We are in the process of transition from the older ‘objectivist rationaliy’ (which is the backbone of the scientific technological system) with its insistence of economics, technical expertise and the ‘form follow function” principle , to the new evolutionary which is to be found in the emerging new concept of architecture based on criterion of ‘quality of life’ and on the dictum ‘form follow culture’. [Smith 1979 : 4] ( Winand Klassens (1990),
Architecture and Philosophy , University of San Carlos , Cebu City 1990, (p. 13)
Penghadiran kembali langgam lama memang dulunya pernah dilakukan dalam penanganan yang terarah pada kedudukan arsitektur sebagai sebuah seni, tetapi kini langgam dapat dipertanggung jawabkan kehadirannya sebagai sebuah pemikiran dan sebuah penanganan tindakan yang rasionalistik.
Jadi kalau arsitektur masih harus bertahan dengan pandangan bahwa arsitektur harus rasionalistik, itu bukan berarti hanya rasionalitas geometri saja yang dapat dipakai untuk menghadirkan arsitektur. Tuntutan untuk berpikiran rasionalistik itu memang dapat saja ditetapkan sebagai dasar pandangan yang ke dua dari arsitektur Post Modern, tetapi harus dengan kesadaran bahwa rasionalistik tersebut harus lebih luas daripada rasionalistik yang berlaku dalam arsitektur Modern. Oleh karena itu agar dapat melibatkan sertanya langgam sebagai bagian dari penanganan rasionalistik, ada baiknya untuk menambahkan aspek seni (estetika) menjadi bagian dari bentuk penanganan terhadap hadirnya arsitektur. Dengan pemahaman seperti ini kita dapat mengatakan bahwa arsitektur Post Modern berpandangan bahwa “penanganan arsitektur itu perlu dilakukan secara rasionalistis tetapi dengan arahan agar rasionalistas itu menunjuk pada rasionalitas yang artistic, semiotic dan simbolik”. Jadi secara lebih gampangnya, dasar pandangan ini mengisyaratkan bahwa seorang arsitek itu bukan semata-mata orang yang rasionalistik, akan tetapi arsitek adalah seorang rasionalistik yang artistic.
Dasar pandangan lain dalam arsitektur Post Modern adalah menyangkut hal ihwal pengertian arsitektur. Dalam arsitektur Modern telah demikian mendalamnya tertanam pandangan bahwa arsitektur itu adalah wadah dari kegiatan, atau bahwa arsitektur itu adalah gubahan ruang yang menghasilkan bentuk dan tampilan. Kedua pandangan yang modernistic itu menunjukkan bahwa olah bentuk bukanlah tujuan dan bukan pula sasaran dalam ber-arsitektur. Bagi arsitektur Modern ruang adalah pusat perhatian, dan inti dari segenap penghadiran dan kehadiran arsitektur. Pemikiran yang dilakukan oleh arsitektur Modern seperti ini dapat dikatakan benar adanya, mengingat arsitektur Modern itu ‘mesti tampil beda‘ dalam perbandingannya dengan arsitektur Pra – Modern (yang lebih menekankan dan memperhatikan olah bentuk dalam ber-arsitektur). Sebagai akibatnya, memang dalam hal olah-bentuk, arsitektur Modern menjadi bagaikan “skin and bone” atau bagaikan ‘kulit dan tulang’, yaitu menuju pada suatu kepolosan.
Arsitektur bukan terbatas untuk pemuas akal dan pikiran, arsitektur bukan pula untuk pemuasan mekanisme kegiatan belaka, dan yang lebih penting lagi, arsitektur bukan untuk melayani system dan mekanisme. Akan tetapi mengingat bahwa arsitektur itu hadir untuk manusia, dan manusia itu adalah insan yang memiliki perasaan dan emosi, manusia itu adalah insan yang mampu menikmati keindahan- keindahan dari tampilan yang indah, yang cantik dan yang molek, yang mampu menumbuhkan kenangan , yang mampu menggelitik kepekaan emosinya. Itu semua bukan hanya dapat ‘terwadahi’ oleh ruang dalam arsitektur, tetapi juga terwadahi dan terkomunikasikan lewat bentuk dan tampilan arsitektur.
Dalam hal ini, pemahaman atas ruang oleh arsitektur Modern bukannya ditolak, akan tetapi diperluas cakrawalanya hingga mencakup ruang yang simbolik, ruang yang lebih nyata sebagai bentukan yang tri-matra (bukan sekedar proyeksi vertical dari denah bangunan, sebagaimana banyak terjadi dalam arsitektur Modern). Jadi , segenap pemikiran dan penggarapan tentang ruang dalam arsitektur oleh arsitektur Modern tak harus ditolak, hanya perlu lebih diperkaya. Yang harus dilakukan dengan penuh kesungguhan (kalau dibandingkan dengan arsitektur Modern) dengan melakukan olah-bentuk arsitektur. Disini arsitektur Post Modern berpandangan bahwa olah-bentuk arsitektur adalah kegiatan ber-arsitektur tersendiri, yang dapat saja (tetapi tak mutlak) diperkaitkan dengan olah ruang. Itu berarti bahwa dapat saja antara olahan dan tampilan ruang arsitektur menjadi berbeda dari olahan dan tampilan dari bentuk arsitektur. Hal ini sangat dimungkinkan karena arsitektur Post Modern mengakomodasi (tak menolak) kenyataan bahwa arsitektur itu kaya dengan kompleksitas dan kontradiksi ; arsitektur tidak hadir untuk mengeliminasi mereka itu. Jadi, di sini kita menyaksikan adanya dua dasar pandangan sekaligus, yaitu :
1.tuntutan untuk mengadakan olah-bentuk arsitektur
2.pengakuan akan kompleksitas dan kontradiksi dalam arsitektur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar